Kehidupan Lingkungan Masyarakat Kerajaan Majapahit Jawa | Pikiran Sejarah
Home » » Kehidupan Lingkungan Masyarakat Kerajaan Majapahit Jawa

Kehidupan Lingkungan Masyarakat Kerajaan Majapahit Jawa

Posted by Unknown
Pikiran Sejarah, Updated at: 3:44 AM

guys,pengen tahukan bagaimana kehidupan masyarakat Kerajaan Majapahit, yang merupakan kerajaan Hindu Nusantara yang memiliki kejayaan dulu dan memiliki sejarah yang panjang  ?. Peninggalan-peninggalan kerajaan Majapahit yang berupa candi-candi dan lain sebagainya tak jauh dari kehidupan masyarakatnya pada saat itu. Kali ini Pikiran Sejarah akan menjelaskan bagaimana kehidupan masyarakat di lingkungan Kerajaan Majapahit pada saat itu.

Pada abad ke-14 menjadi jaman puncak kemegahan kerajaan Majapahit dibawah pemerintahan Hayam Wuruk. Pertanian yang maju serta perdagangan yang mendunia menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk meluaskan pengawasan territorial, untuk mengembangkan birokrasi yang makin terperinci, dan untuk menyusun kekuatan politik yang semakin disentralisasi. Hal itu karena perkembangannya terjadi melalui pemungutan upeti negeri-negeri taklukan atau negeri-negeri lemah hingga dominasi politik atas suku-suku bangsa Nusantara tanpa peleburan territorial. Jadi, dalam wilayah politik Majapahit terdapat perhubungan antar daerah sistem sosio-kultural yang berintegrasi secara territorial. Masyarakat Majapahit dapat dikatakan sebagai masyarakat pertanian dan perdagangan. 

Majapahit memiliki daerah luas bertanah vulkanis muda yang subur dan sungai-sungai besar seperti sungai Brantas dengan anak sungainya. Oleh sebab itu, di daerah inti dibangun sistem irigasi yang luas sehingga produktivitas pertanian menjadi basis peradaban. Sebelum integrasi sosio-kultural tercapai, tingkat negara yang ada hanya komunitas-komunitas kecil dengan spesialisasi yang terbatas serta hubungan ekonomi, sosial, dan agama antar komunitas tidak begitu banyak. Perkembangan bangunan irigasi berakibat pada pembentukan sistem sosio-kultural supra-komunitas yang terintegrasi melalui kerjasama dalam persoalan irigasi dibawah pengawasan kelas teokratis dan menghasilkan produktivitas yang bertambah. Pemerintah pusat tidak berkewajiban untuk mengurus irigasi selama kerjasama informal antar komunitas dapat dilaksanakan dengan sistem yang hanya memiliki beberapa bendungan kecil dan saluran air yang panjangnya hanya beberapa mil.

Suatu hirarki pengurus dibentuk, baik atas dasar religius maupun dasar sekuler. Integrasi komunitas yang bersifat seremonial ditunjukkan dengan adanya kelompok-kelompok pemukiman kecil yang berada di sekitar tempat ibadah. Setelah institusi supra-komunitas berkembang, komunitas desa tetap memiliki otonominya. Hanya hamba-hamba kerajaan yang diwajibkan bercocok tanam atas nama raja dan para pejabat kerajaan. Kerajaan sebagai sistem multikomunitas diperlukan dalam hal pengawasan irigasi, bangunan monumental, dan pengerahan tenaga kerja serta perencanaan kerja. Otoritas politik ada di tangan raja, yang dianggap sebagai penjelmaan dewa.

Kekuasaan pemerintah pusat diperkuat dengan mengembangkan hal-hal yang berhubungan dengan upacara dan birokrasi. Pesta kerajaan digelar setiap tahun untuk menghormati arwah Ibu Suri. Pesta untuk merayakan panen pertama juga digelar, dan menyebabkan konsentrasi besar di ibukota. Upacara agama digelar - baik pusat kerajaan maupun daerah – berpusat di candi-candi, makam-makam, dan tempat suci lainnya dengan menyediakan hasil-hasil kerajinan tangan, barang-barang mewah, serta membutuhkan hasil-hasil pertanian, pajak, dan kerja-wajib. Perlu diketahui bahwa golongan pendeta berperan secara fundamental dalam upacara tersebut. 

Pemerintah pusat melakukan koordinasi dan integrasi masyarakat dengan mengadakan birokrasi organisasi dan pengawasan, seperti pemungutan pajak, upeti, barang-barang dan tenaga-tenaga dalam segala bentuk. Perkembangan birokrasi berhubungan teratur dengan tingkat kompleksitas kultural. Bila dibandingkan dengam Mataram, birokrasinya lebih terperinci lagi karena kompleksitas kulturalnya yang berderajat tinggi. Basis kekuasaan Majapahit berada ditangan birokrasi sekuler, politik, dan militer. Para pendeta dari berbagai aliran dimasukkan dalam birokrasi kerajaan. 

Kebudayaan Majapahit merupakan kebudayaan istana (kebudayaan para bangsawan dan rohaniawan) yang diciptakan para penguasa berupa kepemilikan dan hasil kerja yang eksklusif. Seluruh kebudayaannya menjulang tinggi jauh diatas rakyat kebanyakan, seperti monumen, kesusastraan, tulisan teokratis, dan ajaran hukum. 

Persawahan merupakan tulang punggung perekonomian pada masa Majapahit. Untuk menjamin stabilitas dan persediaan makanan secara teratur, diperlukan organisasi pekerjaan pada skala yang luas dan berhubungan timbal-balik dengan perkembangan masyarakat dan administrasi. Hasil panen datang dari masyarakat desa atau tanah privat yang tersebar di seluruh negeri. Kerja-wajib diberlakukan untuk kepentingan para penguasa. Adapun upeti dan pajak dipergunakan demi kepentingan para pegawai, tentara, dan rumah tangga raja. 

Pemukiman terpencar di lembah sungai dan pegunungan. Banyak komunitas desa yang memiliki tanah persawahan yang luas karena tempat tersebut masih sangat sedikit penduduknya. Adapun raja dan anggota keluarganya, mereka mempunyai daerah tersendiri yang dikerjakan oleh hamba raja. Disamping komunitas pertania, komunitas privat,dan komunitas rohaniawan, terdapat komunitas lain yang mendapat hak-hak istimewa yang menjadi tempat tinggal para buruh dan para pedagang beserta kedainya. 

Sebagian dari perdagangan orang Jawa, baik dalam maupun luar negeri disandarkan terutama pada beras. Pihak istana mempunyai wewenang untuk memegang pengawasan persediaan beras di seluruh negeri. Penguasa Majapahit juga mengawasi perdagangan di kota-kota pantai utara Jawa Timur, dimana kekuasaan politik dan ekonomi di daerah itu dikuasai oleh kaum aristokrat yang mendominasi perdagangan sebagai pemberi modal, kadang-kadang berperan sebagai peserta. Di jaman majapahit pula terjadi pertentangan antara masyarakat pedalaman dengan masyarakat pantai yang akan berakhir karena penaklukan oleh dinasti yang berkuasa. Para aristokrat hampir musnah akibat pertentangan tersebut. 

Penguasa Majapahit telah berhasil menegakkan kesatuan politik dalam wilayah yang sangat luas. Hal itu dikarenakan adanya kekuatan integratif yang memperkuat solidaritas dalam sistem politik pada umumnya, yaitu mitos dan religi.

Share This Post :

0 komentar:

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *

 
Copyright © 2015 Pikiran Sejarah. All Rights Reserved
Template By Johny Wuss Design by CB Blogger